ELITkita.com — Bandung PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali menjadi sorotan publik terkait praktik penyewaan tanah dan aset negara. Sejumlah lahan strategis di Kota Bandung yang berstatus milik PT KAI disewakan untuk kegiatan komersial, termasuk hiburan dan rekreasi. Hal ini memicu pertanyaan besar terkait transparansi, akuntabilitas, serta kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan, khususnya bila menyangkut kawasan Cagar Budaya.
Tiga Lokasi Strategis yang Disewakan
Berdasarkan penelusuran lapangan dan data publik, sedikitnya ada tiga titik utama aset PT KAI di Kota Bandung yang disewakan kepada pihak ketiga:
1. Heritage Laswi – Kawasan komersial dan rekreasi di Jalan Laswi, berdiri di bekas kompleks bangunan era kolonial. Status: Termasuk dalam daftar Cagar Budaya Kota Bandung sesuai UU No. 11 Tahun 2010, sehingga setiap pemanfaatan wajib mengikuti aturan pelestarian.
Estimasi nilai sewa tahunan: ±Rp 1,2–1,5 miliar.
2. Kompleks Rumah Dinas Babakan Sari – Deretan rumah dinas bergaya arsitektur lama, memiliki nilai sejarah tinggi. Sebagian dialihfungsikan menjadi usaha komersial dan hunian sewa. Status: Berpotensi masuk kategori Cagar Budaya, sehingga perubahan fungsi tanpa izin dapat melanggar hukum.
Estimasi nilai sewa tahunan: ±Rp 800 juta–1,1 miliar.
3. Lahan di Jalan Laswi (dekat rel aktif) – Saat ini digunakan untuk usaha kuliner dan hiburan. Status: Berada di area berdampingan dengan bangunan Cagar Budaya dan jalur aktif perkeretaapian, sehingga pemanfaatannya wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan pelestarian.
Estimasi nilai sewa tahunan: ±Rp 600–900 juta.
Jika diakumulasikan, potensi pendapatan sewa dari tiga lokasi ini mencapai ±Rp 2,6–3,5 miliar per tahun.
Dasar Hukum yang Mengikat
1. UUD 1945 Pasal 33 ayat (2) – Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
2. UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) – Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
3. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN – Mengatur kewajiban BUMN untuk mengelola aset negara secara profesional, transparan, dan menguntungkan negara.
4. UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya – Melarang perubahan fungsi atau pemanfaatan bangunan/struktur Cagar Budaya yang bertentangan dengan prinsip pelestarian, dengan ancaman sanksi pidana dan denda.
5. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2010 – Mengatur tata kelola Persero di bidang perkeretaapian, termasuk pemanfaatan aset.
6. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara – Mengatur pengelolaan aset negara agar tidak menimbulkan kerugian negara.
7. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 – Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mencakup penyalahgunaan aset negara.
Kewajiban Transparansi PT KAI
Sebagai pengelola aset negara, PT KAI wajib:
Menetapkan tarif sewa berdasarkan penilaian independen yang kredibel.
Mencatat seluruh transaksi sewa dalam laporan keuangan resmi yang diaudit.
Menyetorkan sebagian hasil sewa sebagai dividen ke kas negara.
Memastikan penggunaan aset sesuai izin, status lahan, dan peraturan pelestarian Cagar Budaya.
Pengabaian kewajiban ini berpotensi menimbulkan kerugian negara dan pelanggaran hukum.
Seruan Pengawasan Publik
Pengamat kebijakan publik R. Wempy Syamkarya menegaskan:
“PT KAI harus sadar, setiap meter tanah yang mereka kelola adalah amanah publik. Tanpa transparansi, pengelolaan aset ini bisa menjadi ladang kebocoran yang merugikan negara.”
Masyarakat, LSM, dan lembaga pengawas diharapkan mengawal praktik penyewaan aset ini agar hasilnya benar-benar kembali ke negara untuk peningkatan pelayanan publik — bukan masuk ke kantong pribadi atau kelompok tertentu. (Benk)
Toni Mardiana S.I.KOM
Pengamat kebijakan publik:
R. Wempy Syamkarya SH.MM
