Opini Publik,-
Sebanyak 2.552 tenaga kerja di sektor transportasi pariwisata Jawa Barat, kini kehilangan mata pencaharian mereka. Hal ini dikaitkan dengan larangan kegiatan studi tur oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, data ini dirilis oleh Solidaritas Para Pekerja Pariwisata Jawa Barat (S-P3JB). Menurut Koordinator S-P3JB Herdis Subagja, ada perusahaan transportasi pariwisata di Jawa Barat yang akan menghentikan operasionalnya mulai 1 Agustus. Penurunan jumlah pemesanan, kondisi ekonomi yang lesu dan larangan studi tur sekolah ke luar wilayah turut menjadi penyebabnya.
Herdis juga menyatakan, bahwa angka 2.552 pekerja bisa meningkat hingga empat kali lipat jika dihitung dengan anggota keluarga mereka (seorang istri dan dua anak), sehingga total yang terdampak bisa mencapai sekitar 10.208 jiwa. Jumlah ini, belum termasuk pelaku usaha di sektor perjalanan wisata dan UMKM terkait.
Akar Masalah Pengangguran
Masalah pengangguran ini tidak lepas dari dampak sistem ekonomi kapitalisme global yang melemahkan stabilitas ekonomi, ditambah dengan kebijakan pemerintah yang tidak solutif dan malah memperparah situasi. Masalah pengangguran yang tak kunjung terselesaikan, mencerminkan kegagalan sistem kapitalisme, baik secara nasional maupun global dalam menjamin kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan secara sistemik dan menyeluruh yang hanya dapat dicapai melalui penerapan sistem Islam secara total (kafah).
Pandangan Islam tentang Pariwisata
Islam tidak menolak konsep pariwisata, justru Islam memberikan panduan yang rinci terkait hal tersebut. Oleh sebab itu, penting untuk meninjau kembali perspektif Islam terhadap pariwisata dan bagaimana pelaksanaannya ketika syariat Allah diterapkan sepenuhnya. Tujuannya, adalah agar kegiatan pariwisata dapat membawa manfaat dan keberkahan bagi umat.
Dalam sebuah riwayat, ada seseorang yang meminta izin kepada Nabi Muhammad Saw., untuk melakukan wisata dalam bentuk kerahiban (menyiksa diri). Nabi Saw., menjawab bahwa wisata umat Islam adalah berjihad di jalan Allah (HR Abu Daud, dinilai Hasan oleh Al-Albani). Hadis ini menunjukkan, bahwa wisata dalam Islam memiliki tujuan luhur yang berkaitan dengan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah Swt.
Sejak awal Islam, banyak perjalanan dilakukan untuk mencari ilmu dan menyebarkannya. Al-Khatib al-Baghdadi bahkan, menulis kitab terkenal Ar-Rihlah fi Thalabil Hadits yang mencatat kisah-kisah perjalanan demi satu hadis saja.
Dalam QS At-Taubah ayat 112, disebutkan bahwa di antara ciri orang beriman adalah mereka yang mengembara demi tujuan agama. Ikrimah menafsirkan "as-saa’ihun" (orang-orang yang mengembara) sebagai para pencari ilmu, meski mayoritas ulama menafsirkannya sebagai orang - orang yang berpuasa.
Islam, mendorong umat untuk mengamati dan mengambil pelajaran dari perjalanan. Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk menjelajahi bumi dan menyaksikan akibat dari orang-orang yang mendustakan kebenaran (QS Al-An’am: 11 dan QS An-Naml: 69).
Al-Qasimi menyatakan, bahwa tujuan perjalanan ini adalah untuk mengambil pelajaran dari peninggalan sejarah dan fenomena alam. Selain itu, perjalanan juga bisa menjadi sarana untuk merenungi ciptaan Allah Swt., yang memperkuat iman kepada-Nya dan meningkatkan kesadaran akan kewajiban kita sebagai hamba.
Kebijakan Negara dalam Mengelola Pariwisata
Dalam negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, pemerintah bertugas untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar termasuk dalam sektor pariwisata. Negara, tidak akan membiarkan sektor ini menjadi pintu masuk kemaksiatan.
Objek - objek wisata, seperti keindahan alam dan situs sejarah peradaban Islam dapat dijadikan sarana edukasi dan dakwah. Bagi wisatawan muslim, hal ini dapat menguatkan iman mereka terhadap Allah dan Islam. Sementara itu, bagi wisatawan nonmuslim, wisata semacam ini dapat memperkenalkan keagungan ajaran Islam dan peradabannya.
Pariwisata Bukan Sumber Utama Ekonomi Negara
Walaupun pariwisata bisa menjadi salah satu sumber devisa, tentunya Islam tidak menjadikannya sebagai pilar utama ekonomi negara. Sumber ekonomi utama dalam Islam meliputi sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Selain itu, negara juga memiliki sumber pemasukan tetap dari zakat, jizyah, kharaj, fa’i, ganimah, hingga pajak darurat (dharibah). Seluruh sumber ini, mendukung pembiayaan negara secara stabil.
Penutup
Ancaman terhadap keberlangsungan pekerjaan, para pelaku wisata tidak akan terjadi jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan. Dibutuhkan transformasi sistemik, hanya bisa dicapai melalui penerapan Islam kafah.
Negara yang menjadikan Islam, sebagai ideologi dan dasar dakwah akan mampu menjaga kemurnian nilai dan budaya dari pengaruh luar yang merusak. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya menilai apakah praktik pariwisata saat ini dan di masa depan selaras dengan syariat. Bila ada rencana pembangunan wisata halal atau syariah, maka penting untuk memastikan bahwa konsep tersebut benar-benar sesuai dengan ketentuan Islam.
Inilah, saatnya umat menjalankan amar makruf nahi mungkar secara nyata.
Editor Lilis Suryani
Oleh : Yanyan Supiyanti A.Md.