Bandung — Gabungan organisasi DPP Garda Gadjah Putih ( Mega Paksi Pusaka), KHW 86, dan LSM Trinusa secara tegas menyatakan penolakan total terhadap segala bentuk perdamaian, mediasi, maupun kompromi dalam kasus dugaan penghinaan terhadap Orang Sunda yang dilakukan oleh M. Firdaus alias Resbobb.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan langsung oleh Toto Ramdhani, Wakil Komandan Garda DPP Gadjah Putih (Mega Paksi Pusaka), dalam wawancara resmi yang dirilis di Bandung, Sabtu (20/12/2025).
“Kami menolak keras dan tanpa syarat segala bentuk perdamaian. Ini bukan perkara pribadi, ini menyangkut martabat Orang Sunda dan kepentingan publik. Kata ‘damai’ tidak berlaku dalam kasus ini,” tegas Wadan DPP GADJAH PUTIH Toto Ramdhani.
APRESIASI UNTUK POLDA JABAR.
Dalam pernyataannya, ketiga organisasi tersebut menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kepolisian Daerah Jawa Barat atas langkah cepat, sigap, dan profesional dalam menangani kasus serta melakukan penindakan terhadap terduga pelaku.
Menurut mereka, tindakan kepolisian tersebut merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam menjaga kehormatan suku bangsa serta mencegah meluasnya ujaran kebencian berbasis SARA.
TOLAK KLARIFIKASI dan PERMINTAAN MAAF.
Gabungan organisasi ini juga menegaskan penolakan total terhadap segala bentuk klarifikasi, pembelaan diri, maupun permintaan maaf dari Resbobb.
Mereka menilai pernyataan yang disampaikan Resbobb telah memenuhi unsur ujaran kebencian, melukai harga diri Orang Sunda, serta berpotensi memecah persatuan bangsa sehingga tidak dapat diselesaikan dengan permintaan maaf atau jalan damai.
SERUAN KEPADA SELURUH ELEMEN TATAR SUNDA.
Tidak hanya itu, Toto Ramdhani atas nama DPP Garda Gadjah Putih (Mega Paksi Pusaka), KHW 86, dan LSM Trinusa menyerukan kepada seluruh padepokan, paguyuban, tokoh adat, tokoh budaya, dan elemen masyarakat Tatar Sunda Jawa Barat untuk bersikap tegas menolak narasi damai.
DESAK PROSES HUKUM MAKSIMAL
Mereka menilai pernyataan yang disampaikan Resbobb telah memenuhi unsur ujaran kebencian, melukai harga diri Orang Sunda, serta berpotensi memecah persatuan bangsa sehingga tidak dapat diselesaikan dengan permintaan maaf atau jalan damai.
SERUAN KEPADA SELURUH ELEMEN TATAR SUNDA.
Tidak hanya itu, Toto Ramdhani atas nama DPP Garda Gadjah Putih (Mega Paksi Pusaka), KHW 86, dan LSM Trinusa menyerukan kepada seluruh padepokan, paguyuban, tokoh adat, tokoh budaya, dan elemen masyarakat Tatar Sunda Jawa Barat untuk bersikap tegas menolak narasi damai.
“Kami mengajak seluruh elemen Sunda untuk satu suara. Jangan ada yang menggiring opini damai. Diam atau lunak berarti membiarkan penghinaan terhadap jati diri Sunda terus berulang,” ujarnya. Toto
DESAK PROSES HUKUM MAKSIMAL
Dalam siaran pers tersebut, ketiga organisasi mendesak agar proses hukum terhadap Resbobb dilakukan secara maksimal, transparan, dan tanpa pandang bulu hingga memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Mereka juga menuntut penerapan pasal-pasal pidana secara kumulatif, di antaranya:
1. Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE);
2. Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
3. Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
4. Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
SIKAP FINAL: TIDAK ADA DAMAI
Menutup pernyataannya, gabungan organisasi tersebut menegaskan bahwa sikap ini bersifat final dan tidak dapat ditawar.
Mereka juga menuntut penerapan pasal-pasal pidana secara kumulatif, di antaranya:
1. Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE);
2. Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
3. Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
4. Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
SIKAP FINAL: TIDAK ADA DAMAI
Menutup pernyataannya, gabungan organisasi tersebut menegaskan bahwa sikap ini bersifat final dan tidak dapat ditawar.
“Tidak ada toleransi terhadap ujaran kebencian. Negara tidak boleh kalah. Hukum harus menang. Tidak ada damai,” tegas mereka.
Pernyataan ini sekaligus menjadi pesan keras bahwa setiap upaya melemahkan proses hukum dengan dalih perdamaian akan dianggap sebagai pembangkangan terhadap supremasi hukum dan penghinaan terhadap martabat Suku Sunda. (B)
