Jawa Barat, –
Nasib tragis menimpa seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Cianjur yang diberangkatkan secara ilegal ke Arab Saudi harus menerima pahit dengan deretan derita nestapa, kini korban hidup dalam teror, tak digaji selama berbulan-bulan, disiksa oleh anak majikan yang diduga ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) dan disekap tanpa bisa pulang ke Tanah Air.
Ironisnya, keberangkatannya dilakukan oleh oknum penyalur gelap yang menjanjikan pekerjaan di Oman namun berakhir di Abha-Arab Saudi, "tanpa dokumen sah, tanpa perlindungan hukum".
Hal tersebut atas laporan Kuasa hukum korban bahwa Niko Apriliandi S.H., menjelaskan kasus ini sudah dilaporkan ke Direktorat Tindak Pidana Perdagangan Orang Bareskrim Polri pada 15 Juli 2025 kemarin.
“Ini bentuk nyata tindak pidana perdagangan orang, kami menuntut pertanggungjawaban hukum seberat-beratnya terhadap para pelaku”.
![]() |
Tak hanya itu pihak kuasa hukum juga melayangkan surat resmi ke Kementerian Luar Negeri RI, agar korban segera dipulangkan karena tidak ada niat baik dari pihak penyalur ilegal.
Korban awalnya dijanjikan bekerja di Oman, oleh seorang wanita berinisial ANS. Pada 1 Februari 2025, korban diperkenalkan dengan WNA Oman di sebuah villa mewah di Puncak Cipanas yang menjadi titik awal mimpi buruk-nya.
“Ada dua orang yang membawa korban AGS dari Cibeber Cianjur dan SMI dari Sukabumi, keduanya membawa korban ke rumah ANS. Disitulah skenario pemberangkatan ilegal dimulai, ” ungkap Niko.
Alih - alih ke Oman, korban justru dikirim ke Kota Abha-Arab Saudi secara diam - diam dan tanpa dokumen kerja resmi.
Kondisi kerja korban di Arab Saudi benar - benar tidak manusiawi, video testimoni yang dikirimkan dari lokasi, korban mengungkap berbagai pelanggaran dan kekerasan diantaranya :
1. Pekerjaan dikerjai sendirian, padahal dijanjikan bekerja dengan dua orang.
2. Disiksa, oleh anak majikan yang diduga mengalami gangguan jiwa.
3. Gaji, tak kunjung dibayarkan selama hampir 3 bulan.
4. Dilarang pulang kecuali membayar, “uang ganti rugi” yang jelas - jelas bentuk penyekapan dan eksploitasi.
“Korban mengalami tekanan psikis dan fisik luar biasa, ia menderita dan sangat ingin pulang ke Indonesia. ” Ungkap Niko.
Kuasa hukum mendesak Kementerian Luar Negeri dan BNP2TKI serta pihak Kepolisian RI, segera bertindak cepat menyelamatkan nyawa korban.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini bentuk kejahatan kemanusiaan. Harus ditindak tegas !, " tegas Niko.
Niko juga mengungkapkan, bahwa hingga kini dirinya sudah dua kali datang langsung ke Bareskrim Polri dan melakukan komunikasi dengan pihak Kemenlu. Namun, respons dari kedua instansi tersebut masih belum optimal.
Yang lebih memprihatinkan, ponsel korban saat ini telah dirampas oleh pihak majikan, membuat komunikasi dengan keluarga maupun pihak hukum menjadi terputus.
“Kami mohon, agar pihak pemerintah segera berkoordinasi lebih intens. Ini menyangkut nyawa dan hak hidup warga negara,” kata Niko penuh harap.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran prosedur, ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Apakah negara akan terus diam ?, " kata Niko.
Kasus ini menjadi alarm keras atas maraknya praktik penyaluran ilegal tenaga kerja Indonesia, di balik janji manis kerja luar negeri secara tersembunyi jaringan sindikat yang mengorbankan nyawa dan masa depan anak bangsa.
Negara dan Aparat serta publik, ditantang untuk tidak hanya melihat, tapi bertindak cepat, sebelum satu lagi korban pulang dalam peti jenazah. (Benk)
Editor Toni Mardiana.
Narasumber : Niko Apriliani SH., salah satu kuasa hukum Korban.