ElitKita. Com JABAR 🇮🇩
OPINI PUBLIK
– Dalam karya monumentalnya, The Muqaddimah an Introduction to History (1989) Ibnu Khaldun, mengingatkan bahwa kekuasaan itu jika tidak dijalankan dengan amanah pasti akan membawa kerusakan. Ibn Khaldun juga mengatakan, bahwa tabiat politik kekuasaan selalu menghendaki berada di satu tangan (the royal authority, by its very nature, must claim all glory for itself). Itulah sebabnya banyak elite politik yang akhirnya terjebak pada berbagai kasus KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Habit menjelang perhelatan politik, kita banyak menyaksikan transformasi politik pragmatis di kehidupan nyata, melalui tayangan media elektronik maupun online berbagai karakter politisi di negeri ini dengan secara gamblang di pertontonkan, dari oposisi menjadi reposisi kemudian berkoalisi. Lalu karakter lainnya ada yang menjadi politisi sejati, yang kemudian banyak tersingkir dalam kontestasi politik. Ada yang disebut politisi oportunis, dimana dia melanglang buana ke berbagai partai politik demi meraih obsesinya sebagai legislator ataupun eksekutor di pemerintahan. Dan ada pula politisi pedagang, dimana dia "membeli" kekuasaan dengan cara dan tips para pedagang, mengeluarkan modal demi mengeruk keuntungan yang besar tanpa memperhatikan dampaknya bagi masyarakat.
"Hal tersebut sebagaimana dikatakan jurnalis senior Saur Hutabarat ,"kita telah kehilangan banyak tokoh seperti Mohammad Hatta dan Mohammad Natsir serta Nurcholish Madjid juga Gus Dur. Mereka yang berjuang untuk kebesaran bangsanya dengan cara pandang mereka sendiri, tanpa takut kehilangan jabatan politisnya." Jelas, Bah Sunanraya Minggu, 17/9/2023.
Pemerhati politik, pendidikan, kebudayaan serta keagamaan tersebut lebih lanjut mengatakan bahwa pada prinsipnya para politisi mempunyai spirit patriotisme. Namun disisi lainnya ada yang membedakan dengan para tokoh yang disebutkan diatas, pembedanya yakni dari sudut pengaplikasiannya yang tidak berbanding lurus, faktanya saat ini masyarakat kebingungan mana sosok yang benar- benar memperjuangkan haknya, bahkan endingnya mereka menjadi apatis tidak mau tahu siapapun figurnya mereka melegitimasi para politikus hanya mengobral janji dengan membawa dalilnya masing- masing yang berujung ketidakpastian.
"Maka, dalam hal menghadapi pemilu 2024 yang akan datang, ada baiknya kita yang masih berpikir cerdas dan waras untuk menyadarkan masyarakat agar tidak tergerus oleh arus politik yang "kejam" melalui aktivitas politisi oportunis dan politisi pedagang. Kita harus memiliki prinsip yang sama, bahwa negara kita adalah negara yang besar dan bernilai tinggi di hadapan dunia. Seandainya terjadi kesamaan paham meski dengan cara yang berbeda dalam membangun bangsa Indonesia, mari kita dukung siapapun itu yang menjadi politisi sejati. Semoga Indonesia menjadi negara yang Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafuur. Wallahu a'lam," tandas Bah Sunanraya mengakhiri pembicaraan.
Disusun oleh Tazeri
Editor. Tm
