Oleh: Reni Sumarni
Dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digaungkan Presiden RI Prabowo Subianto, beliau menyatakan bahwa program ini telah berhasil, padahal sebelumnya telah terjadi keracunan masal dalam program ini, dan korban yang mengalami peristiwa ini ada sekitar 200 orang. Akan tetapi beliau mengatakan bahwa angka ini masih sebagian kecil apabila dibandingkan dengan siswa siswi yang menerima MBG dimana jumlahnya sampai 3 juta orang, sementara yang rawat inap hanya 5 orang, kata Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, senin (5-5-2025).
Melihat persoalan yang terjadi dari program MBG, jelas sudah bahwasanya pemerintah gagal memenuhi gizi rakyat. Begitupun ibu hamil dan ibu menyusui yang menjadi target juga dalam program ini, demi mencegah adanya stunting terhadap bayi, nyatanya tidak bisa sepenuhnya terealisasi, karena banyak kendala dalam penyaluran bantuan itu sendiri bahkan kerap terjadi praktik korupsi didalamnya. Artinya setiap program pemerintah yang sudah dilaksanakan belum bisa mengatasi persoalan yang ada ditengah masyarakat khususnya dalam hal gizi rakyat.
Masalah ini bukan hal yang sepele, karena akibat buruknya pemenuhan terhadap gizi masyarakat dan kebutuhan pangan rakyat, akhirnya yang menjadi korban siapa lagi kalau bukan rakyat sendiri. Ini semua terjadi akibat kelalaian negara juga sistem ekonomi sekuler kapitalis yang menjadi akar masalah dan menjadikan pangan sebuah komoditas bisnis.
Kepentingan ekonomi dan juga bisnis korporasi yang menjadi penyebab utama adanya persoalan MBG, khususnya dalam hal keracunan makanan, menambah daftar panjang saja persoalan di negeri ini. Dan sistem demokrasi kapitalis yang diemban hanya berdasarkan azas manfaat saja. Dimana semua program tidak seutuhnya dilaksanakan oleh pemerintah dengan penuh tanggungjawab dan serius, tapi yang ada dibalik itu semua hanya unsur materi dan pamrih tanpa memikirkan nasib rakyat.
Bahkan pemerintah tidak memikirkan kualitas makanan yang dibuat, juga cara pendistribusiannya, keamanannya tidak benar-benar dijamin, padahal keracunan ini terjadi karena makanan sudah basi dan tidak higienis, sebab abai terhadap kebersihan dan keselamatan konsumen. Program MBG ini juga ternyata banyak menguntungkan beberapa pihak, khususnya pelaku bisnis terutama SPPG atau dapur umum yang menjadi vendor penyediaan makanan dan distributor ke setiap sekolah, hingga akhirnya pemerintah mempertahankan program MBG ini, meskipun sudah terjadi keracunan massal dimana-mana.
Dan lagi-lagi kapitalis yang diuntungkan dalam program ini, karena pemerintah hanya memikirkan pemilik modal, bukan rakyat sebagai tokoh utama. Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, rakyat tidak mendapatkan kehidupan yang layak, alhasil gizi rakyat tidak bisa terpenuhi apabila masih berada dalam sistem kapitalis demokrasi.
Dalam Islam peran ini memjadi tanggung jawab negara, dan pemimpin adalah raa'in (pengurus rakyat) untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Apabila mereka tidak bertanggungjawab pada rakyatnya maka itu sama saja mereka telah berbuat dzalim seperti firman Allah SWT "Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih." (Q.S. Asysyura:43).
Maka pemimpin negeri ini harus mengutamakan kepentingan rakyat diatas segalanya. Bahkan pemerintah Islam akan mengawasi setiap lembaga pangan yang akan mendistribusikan kepada masyarakat, dan menjaga kualitas juga keamanan makanan itu sendiri hingga dapat mencegah hal yang tidak diinginkan.
Dulu pada masa kekhilafan seorang Khalifah tidak akan tidur dengan nyenyak apabila ada rakyatnya yang masih kelaparan, bahkan pada masa Umar Bin Khatab beliau sampai rela memikul gandum untuk diantarkan sendiri ke setiap rumah-rumah, yang dimana disana ada warga dhuafa. Sampai ada sebuah kisah Khalifah umar mendengar suara anak kecil menangis, menahan lapar dan ibunya berbohong sedang memasak makanan, padahal bukan makanan yang dimasak melainkan batu, hingga khalifah Umar Bin Khatab mengetahuinya dan beliau menangis karena takut akan pertanggungjawabannya disisi Allah, apabila ada rakyatnya yang masih kelaparan. Sungguh sangat jauh berbeda dengan keadaan saat ini. Jelas sudah bahwa pada masa daulah tegak pemimpin akan selalu memikirkan nasib rakyatnya dahulu, sebelum memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
Pada saat Islam diterapkan hampir tidak ditemukan warga miskin, saking terjaminnya hidup mereka oleh daulah, kebutuhan mereka terpenuhi mulai dari makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan lainnya intinya rakyat hidup dengan layak pada masa Khilafah tegak. Ini bisa terwujud apabila sistem Islam diterapkan, rakyat tidak akan kekurangan termasuk dalam hal gizi. Anak-anak dan juga ibu hamil akan terjamin makanan sehatnya juga kondisi mentalnya, hingga tidak ada riwayat penyakit yang berat melanda ibu dan anaknya.
Solusi satu-satunya untuk persoalan ini tidak lain dan tidak bukan hanya dengan penerapan sistem Islam dan tegaknya daulah Islam, saatnya kita kembali ke syariat Islam dengan dakwah ke tengah-tengah umat hingga ke seluruh penjuru dunia, dan melanjutkan kehidupan Islam kembali, dengan mengubah pemikiran mereka yang kapitalis menjauhkan agama dari kehidupan, dengan pemikiran Islam menuju kebangkitan Islam yang hakiki membawa masyarakat hidup sejahtera. Wallahu a'lam bishshawab.
Kapitalisme Gagal Lindungi Gizi Rakyat, Khilafah Hadir Sebagai Solusi
Oleh: Reni Sumarni