OPINI PUBLIK
Musim penghujan telah tiba, hujan deras disertai angin kencang menerjang Kota Bandung, mengakibatkan longsor dan banjir terjadi di beberapa wilayah. Pranata Humas Ahli Muda BPBD Jabar Hadi Rahmat, menyebutkan longsor terjadi di tiga lokasi berbeda yang tersebar di tiga Kecamatan, yakni Kecamatan Mandalajati dan Kecamatan Cibeunying Kaler serta Kecamatan Antapani.
Sedangkan bencana banjir menerjang beberapa wilayah di Kota Bandung, di antaranya Pasar Gedebage, terminal Antapani, TPU Cikutra dan sejumlah ruas jalan utama lainnya.
Menurut Hadi, dampak dari banjir menjadikan akses jalan terendam yang mengakibatkan kemacetan dan juga terendamnya pemukiman. Meski demikian, air langsung berangsur surut.
Dampak lain, rusaknya bangunan SDN 206 Griba dan menyembulnya dua jenazah dari kuburan di kawasan Taman Makam Pahlawan (TMP) Cikutra. (Detik Jabar, 28-11-2024)
Alokasi dana siap pakai sebesar Rp. 55 miliar, telah disiapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk Provinsi Jawa Barat dari 27 Kabupaten/Kota. Dana ini ditujukan untuk menghadapi kemungkinan bencana alam seperti banjir, longsor dan peristiwa alam lainnya yang tidak terduga.
Setiap daerah dapat menggunakan dana tersebut, sebelum bantuan bencana bantuan bencana tambahan diberikan oleh BNBP. Hal ini, dijelaskan oleh Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto.
Salah satu langkah dari BNPB dalam mengantisipasi bencana hidrometeorologi, adalah rapat koordinasi yang dilaksanakan di Gedung Pakuan pada Jumat, 29/11/2024 lalu.
BNPB juga memberikan bantuan anggaran awal dan perlengkapan untuk meningkatkan kesiapan daerah menghadapi bencana, bantuan ini meliputi alokasi anggaran sebesar Rp. 250 juta per-provinsi dan Rp. 200 juta per-Kabupaten/Kota serta perlengkapan seperti perahu karet, sembako, matras, selimut dan lain-lainnya.
Musim hujan diperkirakan puncaknya terjadi pada bulan November dan Desember, beberapa wilayah di Jawa Barat sudah mulai terdampak, seperti banjir di Karawang, pergerakan tanah di Cianjur, longsor di Sukabumi serta banjir besar di Kabupaten Bandung, terutama di Baleendah dan Dayeuhkolot. (detikJabar, 29-11-2024)
Berulangnya Banjir !
Bencana banjir yang terus berulang melanda tanah air, erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara matang. Seharusnya, wilayah bagian Utara Kota Bandung menjadi daerah serapan, tapi kenyataannya sudah dipenuhi permukiman. Daerah hulu, menjadi terdegradasi alamnya akibat dari pembangunan pemukiman yang jor-joran.
Selain itu, alih fungsi lahan terjadi di Bandung Selatan akibat dari pengembangan pembangunan wisata.
Pembangunan - pembangunan tersebut, dilakukan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan. Pembangunan dilakukan secara serampangan, demi mengejar materi sebanyak-banyaknya. Model pembangunan ala kapitalisme ini, hanya mengutamakan keuntungan dan mengabaikan dampaknya terhadap Lingkungan dan Tata Kota secara keseluruhan. Akibatnya, warga yang menjadi korban, rumah mereka terendam serta mereka harus mengungsi.
Pembangunan ala kapitalisme yang mengabaikan aturan Allah Swt., dan hanya memperturutkan hawa nafsu manusia untuk memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya telah menyebabkan kerusakan di mana - mana.
Kerusakan ini telah Allah Swt., peringatkan dalam Al-Qur’an. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki, agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41).
Pembangunan Dalam Islam
Berbeda jauh dengan pembangunan di dalam Islam, tujuan pembangunan bukan hanya mengejar materi. Namun, kebijakan pembangunan mengacu pada kesesuaian dengan Syariat Islam dan kemaslahatan rakyat dapat terwujud.
Penjagaan lingkungan akan diperhatikan dalam pembangunan, sehingga alam tetap harmonis. Pembangunan akan dilarang jika akan merusak alam dan merugikan masyarakat, meski pun pembangunan tersebut seolah menguntungkan. Seperti pembangunan pemukiman, kawasan industri atau kawasan wisata.
Dalam sistem Islam, pembangunan dilakukan demi kemaslahatan rakyat dan memudahkan kehidupan mereka. Ujung tombak pembangunan, adalah penguasa. Oleh karena itu, penguasa sebagai pengurus (raa’in) rakyat harus menjalankan kebijakan pembangunan berdasarkan aturan Sang Pencipta dan Sang Pengatur, yakni Allah Swt., bukan berdasarkan kemauan para kapitalis.
Dalam pembangunan sebuah wilayah, negara akan turun langsung. Sehingga, pembangunan tidak akan serampangan seperti hari ini. Negara akan menentukan kawasan yang akan menjadi permukiman, perkantoran, kawasan industri, lahan pertanian, hutan, sungai dan sebagainya. Bantaran sungai tidak boleh dijadikan permukiman. Warga yang sudah tinggal di sana akan diberi tempat tinggal yang layak di daerah aman dan cocok untuk permukiman.
Untuk memudahkan warga mengakses fasilitas publik, seperti sekolah, rumah sakit, jalan, pasar, masjid dan lain-lainnya. Negara akan mengatur dan memperhatikan lokasi pembangunan permukiman bagi warga, sedangkan pembangunan industri dan pertambangan akan dijauhkan dari permukiman sehingga tidak akan membahayakan warga.
Pembangunan dalam Islam, berdasarkan syariat dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat ini telah diterapkan selama kurang lebih 14 abad. Penataan pembangunan yang baik akan menghasilkan kenyamanan bagi warga, maka Tata Kota-nya menjadi simbol peradaban Islam. Kota - Kota menjadi pusat politik dan pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan serta pusat studi agama.
Islam menerapkan konsep hima, yaitu kawasan yang dilindungi. Kawasan tersebut, tidak boleh diambil hasilnya. Hal itu untuk menjaga kelestarian lingkungan, dalam konteks hari ini disebut hutan lindung. Pesatnya pembangunan dalam Islam dibarengi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, keamanan dan kenyamanan warga akan dapat terwujud.
Hanya sistem Islam yang mampu memberi solusi tuntas permasalahan banjir dan longsor, "Wallahualam bissawab".
Editor Lilis Suryani
Oleh : Yanyan Supiyanti A.Md. (Pendidik Generasi)