LITERASI
Sungguh memprihatinkan, tiap tahun kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jabar terus mengalami kenaikan. “Di tahun 2022 lalu, ada 2001 kasus dan 2023 kemarin mengalami peningkatan menjadi 2819 kasus,” tutur Siska Gerfianti Kepala Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat, dilansir dari HarapanRakyat.
Sikap optimis dalam menyambut acara Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) 2024, ditunjukkan oleh Linda Nurani Hapsah Penjabat Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Kelurahan (TP PKK) Kota Bandung. Juga Uum Sumirah Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, menganggap Kota Bandung dapat mengakselerasi hasil dari evaluasi Kota Layak Anak 2024.
Berbagai upaya yang akan dilakukan Kota Bandung dalam menujang program Kota Layak Anak, antara lain pemberian predikat untuk lembaga penyedia layanan ramah anak 2023 di RSUD Bandung Kiwari, penyediaan ruang bermain ramah anak di Taman Tongkeng dan pelayanan Ramah Anak di Puskesmas 2023 di UPTD Puskesmas Garuda, (jabarprov.go.id, 24/02/2024).
Tidak hanya Kota Bandung saja yang memiliki jargon Kota Layak Anak (KLA), juga Kota dan Kabupaten lain pun di Indonesia banyak yang menggagasnya, bahkan ada 19 Kabupaten/Kota dan 14 Provinsi Layak Anak (PROVILA) yang meraih kategori utama didasarkan pada penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023.
Tapi mirisnya, berbagai penghargaan kategori Kota Layak Anak (KLA) telah didapatkan, masih banyak fakta terjadinya kekerasan terhadap anak (KTA) dan perempuan. Ini membuktikan bahwa KLA tidak menjamin terwujudnya perlindungan anak, bahkan bisa jadi jaminan perlindungan anak hanyalah "di atas kertas", sekedar syarat agar lolos mendapatkan predikat KLA.
Kenapa semuanya masih terjadi, apa yang menjadi penyebabnya ? dan bagaimana solusi Islam yang bisa digunakan untuk menyelesaikan berbagai macam masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan sampai tuntas?
"Kapitalisme Penyebabnya"
Fakta kekerasan terhadap anak bisa jadi jumlahnya lebih besar dari semua data yang tercatat, karena tidak semua korban mau melaporkan kepada pihak yang berwajib dengan berbagai alasan. Fenomena kekerasan terhadap anak, sebagian besar dilakukan oleh keluarganya sendiri. UU dan berbagai aturan perlindungan anak pun, tidak mampu menjadi payung hukum bagi anak.
Disamping itu juga, antisipasi pemerintah terkait kekerasan terhadap anak dilakukan melalui program Kota Layak Anak (KLA) untuk memenuhi hak anak yang mengacu pada konvensi anak. Bahkan KLA, banyak diangkat dan dijadikan prioritas pembangunan daerah. Jika sebuah kota mencapai 31 cakupan indikator yang sudah ditetapkan maka akan mendapat predikat KLA. Program KLA dibuat pemerintah untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak - anak, sehingga terwujud Indonesia layak anak atau ‘Idola’ tahun 2030.
Solusi KLA yang diadopsi tidak mumpuni untuk mencegah kekerasan dan eksploitasi terhadap anak, sebab solusi - solusi yang diadopsi dibangun berdasarkan nilai - nilai sekuler barat yang jauh dari aturan agama terlebih lagi liberalisme masih menjadi panduan dalam kehidupan. Tak heran, persoalan kekerasan anak tak pernah terselesaikan. Selama tata kehidupan masih berlandaskan pada kebebasan akal manusia sebagaimana dalam sistem sekuler kapitalisme, korban - korban kekerasan dan eksploitasi terhadap anak akan terus bermunculan dengan beragam modus.
Faktor lain sebagai penyebab timbulnya kekerasan terhadap anak, akibat kesenjangan dan kesempitan ekonomi sebagai akibat penerapan sistem kapitalisme saat ini menjadikan masyarakat bingung serta sangat sulit untuk bertahan hidup. Apalagi saat BBM naik, TDL naik, sembako juga ikut naik serta biaya hidup lain pun naik, kemiskinan dan pengangguran juga meningkat. Sedangkan kebutuhan hidup masih harus terus dipenuhi, sehingga hal tersebut menimbulkan stress atau tekanan terhadap kepala keluarga dan mudah melakukan kekerasan fisik. Kondisi ini juga bisa membuka peluang besar eksploitasi anak seperti pelacuran, anak jalanan, anak mengemis, putus sekolah, anak terlantar dan lain-lain.
Semua ini, karena pemerintah yang abai terhadap kesejahteraan rakyat dan pemindahan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan dasar pada tiap individu rakyat itu sendiri. Inilah gambaran pemerintah yang menjunjung tinggi kapitalisme, mereka hanya memikirkan segala sesuatu dengan materi.
Pemerintah sibuk membangun infrastruktur dan mencari investasi yang ujung - ujungnya bagaimana mereka sendiri, keluarganya dan golongannya bertahan hidup dan enggan memenuhi kebutuhan rakyat secara cuma - cuma dan sukarela tanpa mengambil untung di dalamnya. Maka wajar, jika nasib anak dalam negara kapitalis sekuler tidak akan memiliki masa depan cerah dan menghalangi anak menjadi generasi perubahan suatu bangsa.
"Solusi Islam"
Anak dalam pandangan Islam, adalah amanah yang harus dijaga, sebagai calon pemimpin masa depan, juga aset bangsa yang sangat berharga. Oleh karena itu, perlu upaya secara sistemik supaya menjadikan anak bisa tumbuh dan berkembang optimal menjadi generasi penerus yang berkualitas. Islam, memiliki seperangkat aturan dan sistem yang mampu menuntaskan masalah kekerasan terhadap anak sampai ke akarnya.
Islam juga satu - satunya agama yang tidak hanya mengatur ritual dan aspek ruhiyah semata, tapi juga merupakan akidah siyasi yaitu akidah yang memancarkan seperangkat aturan untuk mengatur setiap aspek kehidupan. Penerapan Islam ini, terbebankan pada negara. Hal ini, didasarkan pada hadits riwayat Muslim bahwa imama itu laksana perisai, tempat orang - orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. Dikuatkan pula oleh hadits lain yang serupa, hadits riwayat Muslim dan Ahmad bahwa imam, adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.
Upaya perlindungan negara, agar anak tidak menjadi pelaku atau korban kekerasan dan eksploitasi, merupakan perlindungan terpadu yang utuh dalam semua sektor kehidupan. Pada sektor ekonomi, mekanisme pengaturannya dengan menjamin nafkah bagi setiap warga negara, termasuk anak yatim dan terlantar. Islam, membebaskan perempuan dalam kewajiban mencari nafkah sehingga mereka bisa berkonsentrasi sebagai ibu dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak. Sistem ekonomi Islam, akan membuka lapangan pekerjaan seluas - luasnya, bagi laki - laki pencari nafkah sehingga masyarakat tidak akan berpikir untuk mengeksploitasi anak dalam mencari uang.
Pada sektor pendidikan, sistem Islam gunakan akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, yang berkepribadian Islam, membentuk masyarakat yang memiliki keimanan kokoh dan senantiasa terikat pada aturan Islam. Masyarakat, akan memiliki kesadaran untuk melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari segala tindak kemaksiatan pada Allah Swt.
Islam, mencegah berbagai tayangan dan pemikiran rusak yang dapat mengantarkan pada kejahatan anak. Islam, memiliki sistem sanksi yang membuat jera para pelaku kekerasan dan eksplotasi anak. Sanksi ini digali dari hukum syariat Islam dengan tujuan memberikan efek jera dan mencegah pihak lain melakukan kejahatan serupa (zawajir) juga sebagai penebus dosa bagi pelaku (jawabir).
Semua aturan Islam tersebut, bisa mencegah dan menghilangkan segala bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak, sehingga Kota Layak Anak (KLA) bahkan negara layak anak akan tercipta dengan sendirinya.
Oleh : Ummu Fahhala S.Pd. Praktisi Pendidikan. (Suryani)
Editor Toni Mardiana.