elitKITA.com - Salah satu produk Reformasi Polri
adalah Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dimana pada pasal 13 yaitu :
Polri sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini
tergambar lebih jelas dalam Misi Polri yaitu mampu menjadi pelindung Pengayom
dan Pelayan Masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta
sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung
tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara keamanan dan
ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan
nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera.
Dalam melaksanakan tugas pokok sesuai
dengan pasal 14, Polri bertugas : (1) melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan
patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; (2) menyelenggarakan
segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas
di jalan; (3) membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan; (4) turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
(5) memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; (6) melakukan koordinasi,
pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai
negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; (7) melakukan penyelidikan
dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana
dan peraturan perundang-undangan lainnya; (8) menyelenggarakan identifikasi
kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi
kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; (9) melindungi keselamatan jiwa
raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban
dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia; (10) melayani kepentingan warga masyarakat untuk
sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; (11) memberikan
pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas
kepolisian; serta (12) melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Menyadari peran dan tugas Polri
yang sangat besar maka sinergitas Polri baik dengan Pemda, masyarakat, TNI dan
lintas sektor lainnya sangat perlu dilakukan sehingga ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat dapat terwujud sehingga tuntutan masyarakat berupa demokratisasi, Transparansi, Akuntabilitas, Pemerintahan yang bersih dari
kolusi, korupsi dan nepotisme serta menjunjung perlindungan HAM dapat terwujud sesuai dengan pasal 13 (c) Undang-Undang Republik
Indonesia No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Guna menciptakan harmonisasi antara Polri, Pemda dan
masyarakat maka salah satunya dengan dikeluarkanya Perkap no 7 tahun 2008
tentang pedoman dasar strategi dan implementasi pemolisian masyarakat dalam
penyelenggaraan tugas polri atau yang lebih dikenal dengan konsep pemolisian
masyarakat (community policing). Dalam
konteks beradaptasi inilah, dikembangkan konsep pemolisian masyarakat (community policing) yang menekankan pada
prinsip kemitraan dan problem solving.
Kemitraan masyarakat dan polisi memungkinkan anggota
polisi mengenal masyarakat tempatnya bekerja dan menguasai masalah-masalah
setempat. Sementara problem solving
atau penyelesaian masalah diperlukan sebagai sarana yang memungkinkan polisi
menangani kondisi yang mengancam kesejahteraan masyarakat dan menangani akar
masalah yang berada di balik suatu kasus. Sedangkan pemda selain mempunyai peran
dan tugasnya menjaga kamdagri juga sebagai penyedia dana dalam menjaga kamdagri
yang dapat di tuangkan dalam APBD yang dirancang oleh pemerintah daerah bersama
DPRD sesuai dengan Pasal 42 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah .
Peran Dan Fungsi Polri
Pelaksanaan
tugas Polri dalam era reformasi dan kemandirian Polri saat ini dituntut
melakukan perubahan dan pembenahan sesuai dengan harapan masyarakat. Undang-Undang Kepolisian Negara RI No. 2
tahun 2002 telah didasarkan kepada paradigma baru sehingga diharapkan dapat
lebih memantapkan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perubahan Polri
sebagai bagian integral dan reformasi menyeluruh segenap tatanan kehidupan
bangsa dan negara dalam mewujudkan masyarakat madani adil dan makmur.
Rumusan
tugas pokok Polri sesuai dengan pasal 13 UU No. 2 tahun 2002, mengandung
substansi “memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat” bersumber dari
kewajiban umum kepolisian yaitu memelihara ketertiban dan menjamin keamanan
umum. Substansi dari “menegakkan hukum” bersumber dari ketentuan
peraturan perundang-undangan yang memuat tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam kaitannya dengan peradilan pidana. Substansi tugas pokok “memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat” bersumber dari
kedudukan fungsi pemerintahan negara yang pada hakekatnya bersifat pelayanan
publik (public service) dan termasuk
kewajiban umum kepolisian.
Untuk
melaksanakan dan mewujudkan tugas pokok Polri sesuai dengan pasal 13 UU No. 2
tahun 2002, maka Polri melaksanakan
tugas sesuai dengan pasal 14 UU No. 2 tahun 2002 : (1) melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; (2) menyelenggarakan
segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas
di jalan; (3) membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan; (4) turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
(5) memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; (6) melakukan koordinasi,
pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai
negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; (7) melakukan penyelidikan
dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana
dan peraturan perundang-undangan lainnya; (8) menyelenggarakan identifikasi
kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi
kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; (9) melindungi keselamatan jiwa
raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban
dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia; (10) melayani kepentingan warga masyarakat untuk
sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; (11)
memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; serta (12) melaksanakan tugas lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Peranan
Polri dalam era otonomi daerah.
Banyak hal
yang harus dilaksanakan oleh Polri sebagai upaya meningkatkan peranannya dalam
sistim pemerintahan, khususnya dalam hal kerjasama dengan pemerintah daerah dan
instansi lain untuk menciptakan situasi Kamtibmas yang kondusif sehingga tujuan
dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah
termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari
tujuan nasional dapat tercipta.
Otonomi daerah menurut pasal 1 (5) adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Adapun dalam perkembanganya potensi konflik yang
dapat menggangu kamdagri baik horisontal maupun vertikal, antara lain: (1) kewenangan (2) pemekaraan daerah, (3) Isu putra
daerah (4) Pilkada (5) isu ketimpangan pembagian pendapatan antara daerah dan
pusat dan (6) Isu ketersediaan dan pemanfaatan sumber daya alam di daerah,
merupakan potensi-potensi konflik yang harus segera disikapi dan dicarikan
jalan keluarnya.
Dengan kondisi potensi-potensi konflik yang akan muncul
maka diperlukan sinergitas dan harmonisasi Polri baik dengan Pemda maupun
dengan masyarakat sesuai dengan Undang-Undang No. 2 tahun 2002 pasal 13, 14, 15,
bahwa Polri sebagai koordinasi,
pengawasan, dan pembinaan teknis kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri
sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa, namun dalam pelaksanaan sinergitas
dan harmonisasi belum optimal masih dijumpai baik dalam koordinasi, pengawasan,
dan pembinaan belum mampu berakibat kepada terciptanya keamanan dalam negeri
sehingga ancaman potensi konflik bisa muncul kapanpun.
Sinergitas Polri Dengan Pemda Dan Masyarakat
Menyadari akan tugas Polri
kedepan yang begitu komplek, maka Polri mutlak memerlukan sinergitas baik
antara pemda, TNI dan partisipasi publik atau masyarakat dalam rangka ikut
menjaga kamtibmas. Secara internal polri telah, sedang melakukan berbagai
perubahan salah satunya aspek cultural berupa traspormasi kultural polri dari “militeristik” menuju “civilian police” (kepolisian-sipil), dari “dilayani menjadi melayani”,
atau perubahan pendekatan perilaku dari antagonis menjadi protagonis.
Berbicara partisipasi baik dari Pemda maupun dari
partisipasi publik maka erat kaitannya dengan pemenuhan harapan masyarakat
terhadap Polri yang menurut Reith (1943), dengan tidak terpenuhinya harapan
publik dapat berisiko mengikis dukungan masyarakat terhadap kerja institusi
Polri. Padahal dukungan publik merupakan aset utama bagi polisi agar mampu
melaksanakan tugas dan kewajibannya secara profesional. Kerjasama atau adanya
partisipasi masyarakat terhadap Polri dalam rangka mengantisipasi perkembangan
sistem keamanan mutlak dilakukan apalagi bila dikaitkan dengan rasio jumlah Polri
yang menurut standart PBB adalah 1: 500
polisi dibandingkan dengan jumlah masyarakatnya). Di Indonesia kurang lebih 1 :
2000.
Dengan kondisi tersebut maka sinergitas antara Polri, Pemda dan instansi terkait mutlak
dilakukan sehingga partisipasi masyarakat dapat di tumbuhkembangkan sesuai
dengan pasal 14 ayat (1) huruf c,
dinyatakan: membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat, (e) memelihara ketertiban dan menjamin keamanan
umum; (f) melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negen sipil dan bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa;
Dalam pasal 42 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 menegaskan
tentang sifat hubungan kerja sama yang harus didasarkan atas : (a) Sendi-sendi hubungan fungsional. (b) Saling menghormati.
(c) Saling membantu. (d) Mengutamakan kepentingan umum. Dan (d) Memperhatikan
hierarki. Sedangkan dalam pasal 42 ayat (2) menegaskan bahwa hubungan dan kerja
sama didalam negeri dilakukan terutama dengan unsur pemerintah daerah, penegak
hukum, badan, lembaga, instansi lain serta masyarakat dengan mengembangkan azas
partisipasi dan subsidiaritas.
Azas partisipasi adalah suatu azas yang memberikan
peluang bagi warga masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan keamanan
dan ketertiban masyarakat, sedangkan azas subsidiaritas adalah azas yang
mewajibkan Polri mengambil tindakan yang perlu sebelum instansi teknis yang
berwenang hadir di tempat kejadian, dan jika instansi berwenang telah ada maka
Polri segera menyerahkan hal tersebut kepadanya. Hubungan kerja sama Kepolisian
dengan pemerintah daerah adalah memberikan pertimbangan aspek keamanan umum
kepada pemerintah daerah dan instansi terkait dalam rangka menegakkan
kewibawaan penyelenggaraan pemerintah di daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Adapun pola pembinaan
kemampuan kepolisian khusus, penyidik pegawai negen sipil dan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa (satpol PP,
PPNS, Satpam) telah digariskan sesuai dengan strategi dasar pembinaan Aparatur
Negara Republik Indonesia yang pada hakekatnya juga bersifat umum dan merupakan
suatu keseluruhan yang saling berkaitan, guna
memperoleh hasil yang optimal, sejalan dengan Strategi dasar diatas,
dalam pasal 15 (2) huruf g UU No.2 tahun 2002, Kepolisian Negara Republik
Indonesia berwenang memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat
kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian.
Hal tersebut sesuai Perkap Nomor 7 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Dasar Strategi Dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam
Penyelenggaraan Tugas Polri, bahwa partisipasi masyarakat terhadap Polri
berupa deteksi dini, peringatan dini, dan memberikan laporan kejadian kepada
Polri. Hal ini sesuai dengan kewenangan yang dimilik polri pasal 14 (f) sebagai
koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa. (a'Hendra)
peran masyarakat dalam menjaga kamtibmas, makalah intelejen negara, Polisi Masyarakat Polmas, Bintara Pembina Desa, makalah polri, naskap polri, artikel polri, kamtibmas, intelejen, polmas, unjuk rasa, tugas polisi sipil, presisi quick count polisi sipil dalam konteks polri, Manajemen demokrasi Polri kepolisian negara republik Indonesia, pelayanan, pengayom, pelindung dan penegakan hukum, demokrasi, interaksi harmonis, astina, astamaops Polri adalah, hari juang polri, hut polri 2025, robot anjing polri, gugus tugas polri, kuota polri, rekrutmen polri, Korlantas polri, Peran masyarakat dalam gugus tugas polri, kuota polri, rekrutmen polri, Korlantas polri