𝐋𝐈𝐓𝐄𝐑𝐀𝐒𝐈
Penyakit demam berdarah dengue (DBD), sering kali dianggap sebagai suatu penyakit yang kerap muncul saat terjadi pergantian cuaca dari kemarau ke penghujan atau sebaliknya dan kasusnya cenderung meningkat saat musim hujan. Banyak yang terserang DBD, terutama anak - anak.
Di Jawa Barat, kasus deman berdarah dengue (DBD) mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun lalu, hingga Maret 2024, kasus DBD tercatat sebanyak 7.543 kasus dengan 71 kasus kematian, ribuan kasus tersebut tersebar di 27 Kabupaten/Kota di Jabar. Hal ini, mengacu pada laporan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar.
DBD, termasuk salah satu penyakit berbahaya yang hingga hari ini belum ditemukan obatnya. Diantara penyebab penyakit DBD, adalah virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang berkembang biak di tempat penampungan air dan biasa dipergunakan sehari - hari seperti bak mandi, tempayan maupun genangan air lainnya yang terbuka.
Dengan memahami mekanisme penularan DBD pada tubuh manusia, maka untuk mencegah penyakit ini menggejala di masyarakat dibutuhkan upaya pencegahan dan penanganan yang paling efektif.
Untuk pengendalian penyakit DBD, diantaranya dengan melakukan upaya preventif, yakni pemutusan rantai penularan melalui pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah tanpa mengabaikan peningkatan kewaspadaan KLB (Kejadian Luar Biasa). Untuk itu, semua lapisan masyarakat harus memiliki lingkungan dan perilaku hidup yang bersih dan sehat (PHBS).
Ulah Sistem Kapitalisme Sekuler
Masyarakat dan juga negara harus saling mendukung dalam menetukan langkah terpadu dalam menanganinya, negara dalam hal ini harus berada di garda terdepan dalam menjamin kesehatan dan keselamatan setiap rakyatnya. Namun sistem kapitalisme sekuler, yang diterapkan meminimalisir jaminan kesehatan bagi setiap rakyat. Hal tersebut, tampak dari komersialisasi di bidang kesehatan yang mengakibatkan masyarakat terbebani.
Adanya mekanisme BPJS atau KIS, bukanlah jaminan kesehatan oleh negara. Karena rakyat yang harus membayar premi tiap bulan, ketika ada yang gratis sekalipun, harus didapat dengan prosedur yang rumit. Jika jaminan kesehatan bagi rakyat yang sakit saja belum maksimal. Terlebih, akan sulit mendapat jaminan terwujudnya tata ruang hidup yang kondusif bagi peningkatan kesehatan setiap rakyat, yang merupakan faktor pencegah bagi masyarakat teridap berbagai penyakit.
Penyuluhan dan sosialisasi serta penyebaran nyamuk Wolbachia yang dilakukan oleh negara sudah dipandang sebagai bentuk pencegahan, padahal melaksanakan program terpadu mencegah penyakit menular seperti DBD tentu membutuhkan dukungan ekonomi. Bahkan faktanya, masyarakat dihadapkan pada berbagai kesulitan hidup akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme sekuler.
Ketika masyarakat secara mayoritas, tidak mampu memiliki rumah ideal dan lingkungan sehat, bagaimana mungkin bisa hidup dengan sehat. Bahkan tak sedikit dari masyarakat, berada dalam kondisi tidak memiliki rumah, ditambah lagi tata ruang perkotaan sampai pedesaan yang tidak memperhatikan masalah lingkungan dan kesehatan, bahkan langganan banjir. Dengan kondisi masyarakat yang miskin secara sistemik tersebut, dapat dipastikan bahwa tubuh mereka tidak memiliki daya tahan yang kuat untuk mencegah penularan penyakit seperti DBD, karena tidak ada jaminan dalam memenuhi kebutuhan pokok, berupa pangan yang layak dan bergizi, sandang dan papan.
Oleh karena itu, sudah sangat jelas bahwa sistem kapitalisme sekuler menjadi faktor utama, penyebab kegagalan dalam mencegah dan menangani penularan DBD di negeri ini. Islam diturunkan Allah Swt., untuk menyelesaikan semua persoalan dalam kehidupan manusia, diantaranya menuntaskan masalah DBD secara efektif.
Solusi Islam
Kesehatan di dalam Islam, termasuk kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara terhadap individu per individu setiap rakyatnya. Pihak yang bertanggung jawab, secara langsung dan penuh terhadap kelestarian kesehatan rakyat adalah pemimpinnya, sebagaimana di dalam hadits Bukhari nomor 4.801. Rasulullah Saw., bersabda bahwa “Setiap pemimpin (ra’in) akan dimintai pertanggungjawaban terhadap semua yang dipimpinnya.”
Di samping itu, kekuasaan merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Politik kesehatan dalam Islam, ketika dijalankan dalam bingkai negara akan mewujudkan upaya promotif, preventif dan kuratif bagi terawatnya kesehatan setiap individu rakyat.
Negara yang menerapkan Islam secara kafah (menyeluruh) akan memastikan standar tata ruang perkotaan yang ideal bagi masyarakat, supaya memiliki tempat tinggal yang layak. Selain itu, negara juga akan melakukan edukasi dengan asas akidah Islam yang dapat mendorong masyarakat menerapkan pola hidup sehat. Semua ini tentu didukung oleh pendidikan Islam yang membentuk kepribadian (syaksiyah) Islam pada masyarakat, sehingga dorongan untuk hidup sehat bukan sebatas mencegah berbagai penyakit tetapi semata - mata karena dorongan ruhiah.
Dalam mencegah dan menanggulangi kasus DBD, negara yang berlandaskan Islam akan membentuk sistem kesehatan Islam yang kuat dan tangguh. Negara akan meningkatkan peran keluarga untuk terus melakukan pemantauan, pemeriksaan dan pemberantasan jentik nyamuk secara rutin berkesinambungan. Negara, memastikan kesadaran akan adanya pencegahan penyakit dipahami sejak dini oleh masyarakat.
Pembiayaan untuk penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai dan merata keberbagai pelosok negeri, menjadikan setiap warga bisa mengakses pelayanan tersebut dengan gratis. Walhasil terwujud kesiapan rumah sakit untuk menangani penderita yang membutuhkan rawat inap, dengan kualitas pelayanan terbaik tanpa membedakan latar belakang pasien. Inilah negara dalam naungan Islam, yang benar-benar tulus dan hadir melayani kepentingan kesehatan masyarakat dengan mutu pelayanan terbaik.
Oleh : Ummu Fahhala S.Pd. (Praktisi Pendidikan dan kesehatan)
Editor 𝐒𝐔𝐑𝐘𝐀𝐍𝐈.